Dalam lukisan karya pelukis Belanda, Rembrant (1634) ini digambarkan tangan Abraham yang akan menyembelih Ishak (bukan Isma'il) ditarik oleh malaikat. |
Hajar dan Isma'il? |
إِبْرَاهِيمُ Ibrãhîm(u) [pinjaman dari bahasa
Ibrani]. Muncul 69 kali dalam Al-Qurãn.
Para ahli bahasa memasukan ke dalam kelompok kata berhuruf akar ب-ر-ه-م meskipun
tahu bersumber dari bahasa asing. Bila membuka Bible, kisah Ibrãhîm bisa dibaca dalam
Genesis (Kejadian) XII.5. Salah satu ayat Al-Qurãn (3: 68)
menyebutkan: إِنَّ
أَوْلَى النَّاسِ بِإِبْرَاهِيمَ لَلَّذِينَ اتَّبَعُوهُ وَهَذَا النَّبِىُّ
وَالَّذِينَ ءَامَنُوا sesungguhnya
orang yang paling dekat dengan Ibrãhîm adalah mereka yang
mengikuti-(ajaran)-nya, dan (orang-orang yang selanjutnya) mengikuti nabi ini
(Muhammad), yakni mereka yang beriman (dengan ajaran Allah yang disampaikan
Muhammad). *
Ibrãhîm juga merupakan nama surat ke-14 dalam Al-Qurãn, salah satu surat
Makkiyah, yang dinamakan demikian karena memuat kisah Ibrãhîm pada ayat 35-41.
Ibrãhîm digambarkan dalam Al-Qurãn
(4: 125) sebagai ‘teman Allah’ ( خَلِيلاً
khalîlan). Digambarkan bersifat hanîf(un). Harfiah, hanîf
berarti cenderung, dan teguh, yaitu cenderung pada kebenaran dan teguh
berpegang kepadanya. Hal yang menarik dari Ibrãhîm adalah caranya mengajak orang untuk memikirkan
keberadaan dan hakikat Tuhan, seperti dalam (6: 75-79), dan permintaannya
kepada Tuhan untuk memperlihatkan bagaimana menghidupkan orang mati (2: 260).
Sebagian mufassir menafsirkan permintaannya secara harfiah, yaitu bahwa Ibrãhîm
memang ingin melihat bagaimana Tuhan menghidupkan kembali orang yang sudah mati
secara fisik. Sebagian memahaminya sebagai kiasan. Dalam hal ini, yang paling
menarik adalah tafsir Isa Bugis, yang memahami pertanyaan Ibrãhîm dalam konteks
da’wah. Bagi Isa Bugis, pertanyaan Ibrãhîm ‘perlihatkan kepada saya bagaimana
anda (Allah) menghidupkan orang mati?’ (arini kaifa tuhyil-mautã أرنى
كيف تحي الموتى) adalah pertanyaan dalam konteks Ibrãhîm
sebagai rasul, yang merupakan pelanjut dari para rasul sebelumnya. Tugas setiap
rasul adalah melakukan da’wah, dan da’wah adalah proses menghidupkan iman. Iman
dalam terminologi Isa Bugis disebut
dengan istilah nûr (harfiah: cahaya), dan sebaliknya, kekafiran,
disebut zhulumãt (harfiah: kegelapan). Istilah-istilah itu diambilnya
dari Al-Qurãn (2: 257 dll.).
Menurut Isa Bugis, manusia
yang hidup dalam zhulumãt adalah sama dengan manusia ‘yang mati secara
nûr’. Bila kematian itu terjadi setelah mereka lama ditinggal seorang rasul,
maka mereka layak disebut sebagai ‘bangkai nûr’.
Sebagai rasul, Ibrãhîm adalah
seorang pelanjut dari rasul sebelumnya, dan masyarakat yang dihadapinya adalah
manusia-manusia yang secara iman sudah mati (menjadi bangkai nûr) sejak sekian
waktu setelah rasul sebelumnya wafat. Ibrãhîm harus menghidupkan kembali (iman)
masyarakat yang sudah mati itu. Maka, menurut Isa Bugis, pertanyaan Ibrãhîm di
atas, arini kaifa tuhyil-mautã أرنى
كيف تحي الموتى berarti: perlihatkan kepada saya bagaimana Anda
(Allah) menghidupkan kembali (iman) manusia yang sudah mati? Pertanyaan ini
dijawab Allah dengan bahasa perumpamaan. Yaitu Ibrãhîm (seolah-olah) disuruh
memelihara dan menjinakkan empat ekor burung. Burung di sini maksudnya adalah
(perumpamaan bagi) kader da’wah. Setelah jinak, burung-burung itu, yang
sebenarnya adalah para kader binaan Ibrãhîm, diperintahkan untuk ditempatkan di
atas gunung. Dan gunung yang dimaksud ini adalah gunung dalam arti kiasan pula,
yaitu perumpamaan bagi tatanan kehidupan (sistem) piramidal.
Dalam tafsir yang populer,
kepatuhan total Ibrãhîm terhadap Allah
digambarkan dengan kesediannya melaksanakan perintah (lewat mimpi) untuk
menyembelih anaknya, Ismã’îl. Satu hal
yang perlu dicatat di sini adalah kenyataan bahwa dalam konteks ‘penyembelihan’
ini nama Ismã’îl tidak disebut dalam ayat-ayat yang dijadikan rujukan (37:
99-111).
Selain kasus penyembelihan
(yang tidak jadi dilakukan) itu, kisah Ibrãhîm juga ditandai dengan
keputusannya untuk menempatkan istri keduanya, Hajar, di sebuah lembah tandus
di Makkah (14: 35-37), seraya berdoa (2:
129) agar kelak Allah mengutus seorang rasul di Makkah, yang akan membacakan
(mengajarkan) ayat-ayat Allah.
Pentingnya peran Ibrãhîm
ditandai pula dengan pekerjaannya membangun ulang (renovasi) Ka’bah, dan
memulai (?) ibadah haji (2: 125-128; 22: 26-27; 3: 96-97).
Rombongan jama'ah haji. Dimulai dari Ibrahim? |
No comments:
Post a Comment