Tuesday, November 8, 2011

7. Ibrahim

Dalam lukisan karya pelukis Belanda, Rembrant (1634) ini digambarkan tangan Abraham yang akan menyembelih Ishak (bukan Isma'il) ditarik oleh malaikat.

Hajar dan Isma'il?
إِبْرَاهِيمُ  Ibrãhîm(u) [pinjaman dari bahasa Ibrani].  Muncul 69 kali dalam Al-Qurãn. Para ahli bahasa memasukan ke dalam kelompok kata berhuruf akar  ب-ر-ه-م meskipun tahu bersumber dari bahasa asing. Bila membuka Bible, kisah Ibrãhîm bisa dibaca dalam Genesis (Kejadian) XII.5. Salah satu ayat Al-Qurãn (3: 68) menyebutkan:  إِنَّ أَوْلَى النَّاسِ بِإِبْرَاهِيمَ لَلَّذِينَ اتَّبَعُوهُ وَهَذَا النَّبِىُّ وَالَّذِينَ ءَامَنُوا sesungguhnya orang yang paling dekat dengan Ibrãhîm adalah mereka yang mengikuti-(ajaran)-nya, dan (orang-orang yang selanjutnya) mengikuti nabi ini (Muhammad), yakni mereka yang beriman (dengan ajaran Allah yang disampaikan Muhammad). * Ibrãhîm juga merupakan nama surat ke-14 dalam Al-Qurãn, salah satu surat Makkiyah, yang dinamakan demikian karena memuat kisah Ibrãhîm pada ayat 35-41.
     Ibrãhîm digambarkan dalam Al-Qurãn (4: 125) sebagai ‘teman Allah’ ( خَلِيلاً khalîlan). Digambarkan bersifat hanîf(un). Harfiah, hanîf berarti cenderung, dan teguh, yaitu cenderung pada kebenaran dan teguh berpegang kepadanya. Hal yang menarik dari Ibrãhîm adalah caranya mengajak orang untuk memikirkan keberadaan dan hakikat Tuhan, seperti dalam (6: 75-79), dan permintaannya kepada Tuhan untuk memperlihatkan bagaimana menghidupkan orang mati (2: 260). Sebagian mufassir menafsirkan permintaannya secara harfiah, yaitu bahwa Ibrãhîm memang ingin melihat bagaimana Tuhan menghidupkan kembali orang yang sudah mati secara fisik. Sebagian memahaminya sebagai kiasan. Dalam hal ini, yang paling menarik adalah tafsir Isa Bugis, yang memahami pertanyaan Ibrãhîm dalam konteks da’wah. Bagi Isa Bugis, pertanyaan Ibrãhîm ‘perlihatkan kepada saya bagaimana anda (Allah) menghidupkan orang mati?’ (arini kaifa tuhyil-mautã أرنى كيف تحي الموتى) adalah pertanyaan dalam konteks Ibrãhîm sebagai rasul, yang merupakan pelanjut dari para rasul sebelumnya. Tugas setiap rasul adalah melakukan da’wah, dan da’wah adalah proses menghidupkan iman. Iman dalam terminologi Isa Bugis disebut  dengan istilah nûr (harfiah: cahaya), dan sebaliknya, kekafiran, disebut zhulumãt (harfiah: kegelapan). Istilah-istilah itu diambilnya dari Al-Qurãn (2: 257 dll.).
Menurut Isa Bugis, manusia yang hidup dalam zhulumãt adalah sama dengan manusia ‘yang mati secara nûr’. Bila kematian itu terjadi setelah mereka lama ditinggal seorang rasul, maka mereka layak disebut sebagai ‘bangkai nûr’.
Sebagai rasul, Ibrãhîm adalah seorang pelanjut dari rasul sebelumnya, dan masyarakat yang dihadapinya adalah manusia-manusia yang secara iman sudah mati (menjadi bangkai nûr) sejak sekian waktu setelah rasul sebelumnya wafat. Ibrãhîm harus menghidupkan kembali (iman) masyarakat yang sudah mati itu. Maka, menurut Isa Bugis, pertanyaan Ibrãhîm di atas, arini kaifa tuhyil-mautã  أرنى كيف تحي الموتى berarti: perlihatkan kepada saya bagaimana Anda (Allah) menghidupkan kembali (iman) manusia yang sudah mati? Pertanyaan ini dijawab Allah dengan bahasa perumpamaan. Yaitu Ibrãhîm (seolah-olah) disuruh memelihara dan menjinakkan empat ekor burung. Burung di sini maksudnya adalah (perumpamaan bagi) kader da’wah. Setelah jinak, burung-burung itu, yang sebenarnya adalah para kader binaan Ibrãhîm, diperintahkan untuk ditempatkan di atas gunung. Dan gunung yang dimaksud ini adalah gunung dalam arti kiasan pula, yaitu perumpamaan bagi tatanan kehidupan (sistem) piramidal.
Dalam tafsir yang populer, kepatuhan  total Ibrãhîm terhadap Allah digambarkan dengan kesediannya melaksanakan perintah (lewat mimpi) untuk menyembelih anaknya, Ismã’îl.  Satu hal yang perlu dicatat di sini adalah kenyataan bahwa dalam konteks ‘penyembelihan’ ini nama Ismã’îl tidak disebut dalam ayat-ayat yang dijadikan rujukan (37: 99-111).
Selain kasus penyembelihan (yang tidak jadi dilakukan) itu, kisah Ibrãhîm juga ditandai dengan keputusannya untuk menempatkan istri keduanya, Hajar, di sebuah lembah tandus di Makkah (14:  35-37), seraya berdoa (2: 129) agar kelak Allah mengutus seorang rasul di Makkah, yang akan membacakan (mengajarkan) ayat-ayat Allah.
Pentingnya peran Ibrãhîm ditandai pula dengan pekerjaannya membangun ulang (renovasi) Ka’bah, dan memulai (?) ibadah haji (2: 125-128; 22: 26-27; 3: 96-97).
Rombongan jama'ah haji. Dimulai dari Ibrahim?

No comments:

Post a Comment